Seputar Pendaftaran Siswa Baru

Tulisan Terbaru

Pelajari cara cepat mencari tulisan yang anda butuhkan DISINI
Loading

Sabtu, 04 Juni 2011

Menyorot Hingar Bingar Desain Spanduk Digital


Sebelum adanya digital printing, proses pembuatan sebuah spanduk cukup merepotkan, karena harus dikerjakan secara manual dengan tangan, baik ditulis langsung dengan kuas, dicocol, maupun disemprot. Di samping memakan waktu yang cukup lama, resiko kesalahan dalam pengerjaanya juga cukup tinggi. Tetapi dengan adanya teknologi komputer dan digital printing, kini proses pengerjaannya sudah menjadi sangat praktis dan cepat. Kemudahan ini sangat memuaskan bagi para pelanggan, karena disamping hasil cetaknya bagus, harga terjangkau, mereka tidak lagi harus menunggu beberapa hari hingga pesanannya selesai, bahkan bisa ditunggu di tempat.

Untuk spanduk manual, biasanya tidak semua orang bisa mengerjakannya, karena baik dalam mendesain maupun menulisnya membutuhkan keahlian khusus (seni rupa). Tetapi untuk spanduk digital, siapa saja yang bisa mengoperasikan program desain grafis, seperti Corel Draw, Macromedia Freehand, Adobe Illustrator dan Adobe Photoshop, akan bisa melakuknnya. Begitu desainnya selesai, maka tinggal dicetak dengan menggunakan digital printing. Kemudahan ini membuat orang tidak lagi harus ngotot untuk mendapatkan desain spanduk dari seorang yang terampil di bidang seni rupa, bahkan sebagian usaha advertising kini malah berani memakai tenaga desainnya bukan dari lulusan pendidikan seni rupa, melainkan hanya dari seorang lulusan kursus komputer.

Namun di sisi lain, kemudahan ini juga bukan tidak menimbulkan persoalan, terutama bila ditinjau dari sudut keilmuan di bidang desain grafis. Lihatlah spanduk-spanduk yang terpajang di jalan-jalan dan di dinding-dinding gedung. Boleh dikatakan, sebagian diantaranya masih belum memadai sebagai sebuah spanduk Misalnya: ada tulisan yang sangat sulit (tidak bisa) dibaca dari jarak tertentu, tampilan gambar dan foto yang terlalu mencolok, kombinasi warna yang kurang sedap dipandang, tidak jelas apa yang menjadi pusat perhatian, bahkan sebagian spanduk malah tampak begitu rumit dan terkesan hingar bingar.

Semua ini menyangkut prinsip-prinsip dalam membuat sebuah desain (spanduk). Mereka yang tidak memliki bekal pengetahuan seni rupa (baik yang diperoleh melalui pendidikan formal maupun otodidak) akan sulit memahami hal ini. Biasanya mereka hanya mengandalkan kepekaan dan ilmu coba-coba, meskipun tidak tertutup kemungkinan sebagian dari mereka juga berhasil melakukannya, terlepas apakah itu bersifat untung-untungan atau hanya sebuah kebetulan. Memang, pengetahuan teori belum menjamin seseorang akan mahir dalam membuat sebuah desain, karena selain itu juga dibutuhkan kepekaan yang tinggi dan latihan yang banyak. Namun penguasaan prinsip-prinsip desain biasanya akan sangat membantu dalam proses pengerjaannya. Ibarat sebuah bangunan, prinsip desain merupakan sebuah rangka yang manjadi dasar terbentuknya sebuah desain yang utuh, tepat guna dan menarik.

Setidaknya, dalam hal ini ada 3 prinsip utama yang sering luput dari perhatian. Pertama adalah fokus. Beberapa spanduk di jalan tampak belum menunjukkan adanya sebuah fokus yang menjadi pusat perhatian. Semua bagiannya, baik tulisan, gambar dan warna, terkesan rame-rame ingin ditonjolkan. Hampir semua tulisan cendrung diberi variasi (biasanya menggunakan stroke atau bis yang tebal). Setiap kalimat (bahkan tulisan) cendrung menggunakan jenis font dan warna yang berbeda. Jika ada 5 baris tulisan, misalnya, maka kelima barisnya diberi warna dan jenis font yang berbeda. Begitu juga dengan ukurannya, besar kecilnya belum sesuai dengan fungsinya, misalnya untuk tanggal dan alamat kadang ukurannya hampir menyamai tema yang menjadi fokus spanduk. Semua ini mengakibatkan tidak jelas tulisan mana yang lebih ditonjolkan. Pada hal tidak semua tulisan tersebut merupakan informasi penting yang harus terbaca seketika. Mestinya ada tulisan tertentu yang menjadi fokus perhatian dibanding tulisan lainnya.

Kemudian tentang pemberian foto, gambar atau ornamen (hiasan). Kehadirannya tampak masih cendrung mengacaukan fokus tampilan. Ini bukan berarti bahwa pemberian gambar atau foto tidak dibolehkan, malah sangat dianjurkan jika itu memang sangat mendukung tema sebuah spanduk. Masalahnya adalah ketika gambar, foto atau ornamen yang diambil belum diolah sebagaimana mestinya, misalnya: jumlahnya terlalu banyak, posisinya tidak tepat, ukurannya terlalu besar atau tingkat ketajamannya terlalu mencolok, hingga menyamai bahkan mengalahkan tampilan tulisan. Padahal, bagaimana pun pentingnya sebuah foto, tetap kehadirannya sebagai pendukung, bukan hal yang utama. Memadukan gambar dengan tulisan ini memang tidak mudah, meskipun prinsipnya sudah diketahui namun dalam prakteknya dibutuhkan kepekaan seni lay out yang tinggi. Jika tidak, maka fokus spanduk justru bisa menjadi buyar.

Kedua adalah masalah psikologi tampilan. Yang menjadi pertimbangan disini adalah suasana yang dibentuk oleh sebuah spanduk. Tetapi rata-rata spanduk yang terlihat, apapun temanya, muncul dengan semeriah mungkin, sebagaimana meriahnya suasana sebuah pesta. Padahal itu bukanlah satu-satunya suasana, belum tentu cocok untuk semua tema spanduk. Banyak suasana lain yang mestinya juga menjadi pertimbangan, misalnya: ada suasana resmi (formal), santai, rekreasi, keagamaan, pendidikan, musik, olah raga, promosi, remaja, anak-anak, dan seterusnya. Semua ini tentu membutuhkan pertimbangan tertentu agar desain yang dibuat sesuai dengan suasana yang dibangun. Pemilihan jenis font, warna, gambar dan komposisi dalam hal ini akan sangat mempengaruhi. Sebagi contoh, huruf-huruf yang berkesan atraktif, warna-warna yang mencolok, dan variasi yang banyak misalnya, tidak akan cocok dalam membangun suasana spanduk untuk tema-tema keagamaan yang biasanya terkesan sejuk dan mendamaikan. Artinya setiap jenis suasana memerlukan unsur-unsur tertentu yang khas. Diakui memang menerakan prinsip ini tidak semudah mengatakannya, sangat dibutuhkan wawasan dan kepekaan rasa seni yang tinggi.

Ketiga adalah masalah keindahan. Seperti sudah disebut sebelumnya, sebagian spanduk terlihat masih cendrung mengutamakan kemeriahan. Berbagai jenis font, warna, efek dan variasi terkesan rame-rame ingin ditonjolkan. Asal ada ruang kosong diisi sepadat mungkin. Padahal semua itu belum tentu membentuk kesan keindahan, malah sebaliknya bisa menimbulkan kesan rumit dan membingungkan. Lazimnya, sebuah spanduk dikatakan indah apabila enak dan menarik dilihat. Kesan ini bisa dicapai dengan mengatur keserasian antara semua unsur-unsur seni rupa yang terdapat pada sebuah spanduk (baik bentuk, warna maupun komposisinya). Jadi apapun jenis font, warna, gambar, efek dan variasai yang dipilih pada prinsipnya bukanlah sebuah persoalan, asal semua itu benar-benar tertata menjadi sebuah kombinasi yang serasi.

26 September 2009



0 komentar:

Posting Komentar

Jika anda ingin menulis komentar tapi belum tahu caranya maka bisa dipelajari disini: Cara Menulis Komentar